Nikmatnya Nasi Goreng Flamboyan Sang Legenda Nasi Goreng

Malam Minggu malam yang panjang, malam yang asyik buat pacaran.. Aku masih teringat dengan lagu itu, walau lupa siapa penyanyinya. Mengenai liriknya, ada benernya juga, malam minggu memang malam yang syahdu untuk berduaan dengan yang tersayang. Dengan catatan pasangan sah ya.

Nah, malam minggu itu kita menikmati gerimis-gerimis manja di sekitar Alun-alun Purbalingga. Awalnya si nyari celana panjang di beberapa toko, setelah muter-muter baru deh dapat celana itu. Dan yang akhirnya membawa kita berdua kelaparan karena sudah berjalan menyusuri dari toko ke satu ke yang lainnya. Itung-itung olah raga ya, Guys. :D

Berhubung perut sudah berdemo minta segera dipenuhi, kita nyari tempat makan yang asyik untuk mengganjal perut. Di alun-alun banyak yang menjual makanan, namun berhubung kondisi gerimis deras, kita mencari tempat makan yang yang di kedai.


Setelah menyusuri Jalan Jenderal Sudirman, kita akhirnya sampai di sebuah warung makan yang sudah melegenda. Dikatakan legenda karena sudah lama bertahan dan tetap menjadi primadona bagi pecinta kuliner. Dengan slogan, Porsi Kuli, Rasa Bintang Lima, Harga Kaki Lima; Nasi Goreng Flamboyan menjadi favorit bagi siapa saja.

Slogan itu pun terbukti, pada saat kita sampai, tempatnya penuh sesak, sampai-sampai kita gak kebagian tempat duduk. Alhasil menunggu sambil duduk di kursi yang tersedia di teras. Kemudian pinjam salah satu daftar menu untuk menulis apa yang ingin kami pesan. Selanjutnya saya kasikan ke salah seorang pramusajinya.
Pengunjung sampai berjubel, makannya pada kilat dah

Daftar menu, harganya murah-murah banget, kan?
Setelah hampir 20 menit kita menunggu, akhirnya ada beberapa orang selesai makan dan keluar. Kita pun masuk ke dalam dan menunggu pesanan. Pas nunggu orderan gak begitu lama, selang tiga menitan, makanan kita datang. Aku memesan Nasi Goreng Rendang Ayam, sedangkan Pak Suami pesan Flamboyan Pasta. Untuk minumnya, sama-sama teh manis hangat. Lagi hujan jadi maunya yang anget-anget. Hihihihi.
Hore, pesanan kita datang. Flamboyan Pasta dan Nasi Goreng Rendang Ayam

Setelah icip-icip makanan, orang yang di sebelah saya nyeletuk, "Sumpah ini pasta enak banget,"

Flamboyan Pasta, Only IDR 15.000

Dengar kalimat begitu, aku yang kurang suka makan mie jadi penasaran. Jadi deh gangguin Suami makan, ikut nimbrung, dan benar, memang enak banget. Hmm, pastanya lembut, bumbunya meresap dengan sempurna, ditambah lagi di atas ada parutan keju. Yummy banget deh pokoknya. Flamboyan Pasta ini dilengkapi dengan sosis, daging ayam, dan beberapa sayuran. Sedap mantap deh pokoknya.

Nasi Goreng Rendang Ayam, Only IDR 13.000

Sedangkan untuk nasi goreng rendang ayam yang aku pesan, gak kalah nikmat. Bumbu rendangnya luar biasa nancep di lidah. Bikin ketagihan terus dan semakin lahap untuk memakannya. Dan yang pastinya, porsinya itu gak bakalan kurang, bikin penuh perut lah iya. Karena porsi di sini, memang luar biasa jumbonya.



Nasi Goreng Ayam Bakar Karamel, Only IDR 13.000
Kwetiau Goreng, Only IDR 15.000

Nah, itu malam minggu sebelumnya. Malam minggu berikutnya pun kita kembali lagi ke sini. Awalnya ingin menikmati Flamboyan Pasta, tapi telat, karena sold out, alias sudah laris manis. Sebagai gantinya, aku pesan Kwetiau goreng dan Suami pesan Nasi goreng ayam karamel. Kwetiau goreng, sudah enggak asing lagi lah ya, gimana rasa kwetiau, yang digoreng dengan bumbu dan rempah serta diberi irisan daging, dan sayuran. Sudah pasti enak. Tetapi kalau nasi goreng ayam karamel gimana? Penasaran? Ini nikmat banget! Ayamnya dibakar terlebih dahulu, kemudian di atasnya disiram dengan saus karamel. Rasanya memang aneh, ayam bakar kok sama karamel, jadi ada manis-manisnya gitu. Namun, pas sampai lidah, rasa aneh itu berubah menjadi pecah banget alias lezat. Gak salah deh milih nasi goreng yang satu ini.


Jadi, buat teman-teman yang ingin menikmati nasi goreng, mie goreng, kwetiau atau pasta. Bisa banget langsung ke Nasi Goreng Flamboyan.


NASI GORENG FLAMBOYAN

Jl. Jenderal Sudirman, Purbalingga
Jawa Tengah
Phone : 0857 2633 5757

Demi apa, ke Purworejo cuma gara-gara Dawet Ireng!

Hello, Guys, kali ini aku mau cerita tentang perjalanan entah apa namanya, yang jelas rada sulit dinalar oleh 'manusia biasa'. Jadi begini, tiga hari setelah menikah, aku merengek-rengek ke suami pengen nyicipin minuman khas suatu daerah. Berhubung rengekanku terus menerus, akhirnya hari berikutnya kita berdua berangkat dengan mengendarai kendaraan roda dua. Dari rumah memang pagi, jam delapan, tapi kita mampir dulu ke tempat service motor karena mau melakukan perjalanan jauh, kan sayang motornya kalau kenapa-kenapa (kalau orangnya yang kenapa si udah biasa :D).

Nyampai bengkel motor ternyata antrinya udah kayak ular naga, panjang banget. Duduk di bengkel rasanya udah kayak nungguin apa gitu, sampai kita keluar buat beli jus dan dilanjutkan menyusuri jalan Jenderal Sudirman Purbalingga dengan jalan kaki untuk mencari aksesories hp Pak Suami. Yang akhirnya kita kelelahan tanpa hasil apa-apa, jadi kita balik lagi ke bengkel. Cek jam di tangan sudah menunjukan 10.15, dan motor kita belum selesai diservice. Terpaksa nunggu sambil online memanfaatkan wifi gratis yang tersedia di bengkel. Dan pukul 10.45 dipanggil kalau motornya udah diservice.

Setelah keluar dari bengkel, suami langsung nyeletuk, "Jam segini baru mau berangkat, nyampai sana jam berapa?"

Udah kebayang, kita jalan-jalan yang akan memakan waktu kurang lebih 3 jam.

Aku cuma jawab, "Hehehe, ya ayolah segera berangkat,"

Akhirnya kita segera meluncur menuju Purworejo. Sesuai dengan perkiraan, perjalanan ini memakan waktu kurang lebih tiga jam. Daerah Purworejo yang kita singgahi belum masuk wilayah kotanya, masih di daerah Butuh, tepatnya timur jembatan butuh.

Setelah melewati beberapa meter dari jembatan, kita berhenti di sebuah 'gubuk' namun tak reot, tepatnya malah kokoh, meski tak seperti rumah, tapi pas dan nyaman untuk tenda berjualan.
Beliau yang di tengah-tengah itu yang jualan dawet ireng. Ramai banget

Di dalamnya ada seorang laki-laki paruh baya yang masih sehat. Dia dikerumuni banyak orang, termasuk kami berdua. Kita semua rela mengantri demi semangkuk minuman khas Purworejo, yang tak lain dan tak bukan Dawet Ireng (hitam). Disebut Dawet Ireng karena dawetnya berwarna hitam yang terbuat dari beras ketan hitam.

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya kita dapat dawetnya. Hmm, seger rasanya melepas dahaga setelah melakukan perjalanan jauh dari Purbalingga demi menikmati semangkuk dawet. (Kayaknya cuma kami berdua deh, yang rada gila begini, jauh-jauh ke Purworejo cuma buat menikmati dawet). Lebih parah lagi, kalau dibandingkan dengan bensin dan harga dawetnya. Bensin pulang pergi kita isi Rp 20.000, sedangkan dawetnya hanya seharga Rp 5.000/mangkok. Super murah.

Lalu, apa istimewanya si, sampai dibela-belain gitu?
Ini penampakan Dawet Ireng; sungguh menggoda

Jadi gini, dawet ireng ini sudah sangat melegeda, meski yang jual saat ini bukan pencetus asli, karena yang jualan pertama sejak tahun 1939 sudah meninggal. Menurut bapak yang jual, saat ini beliau adalah anaknya (kalau gak salah, kalau salah mohon koreksi). Setiap hari berjualan di daerah Butuh, Purworejo. Penggemarnya juga dari bermacam-macam daerah. Ya wajar saja, karena rasanya memang segar, manisnya gula asli, bukan manis buatan, dan dawetnya juga kenyal sedap. Tak heran, saat kami ke sana, banyak sekali yang mengantri.


Abaikan bibir yang lagi manyun gitu, hahaha

Selepas puas menikmati dawet ireng (tak lupa bayar dulu), kita bersiap-siap meninggalkan Purworejo. Dalam perjalanan pulang, Pak Suami berkomentar, "Demi apa, ke Purworejo cuma gara-gara Dawet Ireng!" Dan aku hanya cekikikan. Merasa puas dan berhasil 'ngerjain' suami untuk menemani jalan-jalan.

Okay, itu cerita dari aku, semoga bisa lebih aktif lagi dalam ngeblog dan bercerita tentang kekonyolan tentang traveling dan menikmati kuliner, hihihi. :)